PNEUMOTORAKS
Batasan
Pneumotoraks ialah didapatkannya
udara didalam kavum pleura.
EPIDEMIOLOGI
Pneumotoraks lebih sering terjadi
pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
dari pada wanita . pneumotoraks sering dijumpai pada musim penyakit batuk.
Pembagian pheumotoraks
bermacam-macam tergantung dari sisi pembuatan klasifikasi tertentu. Dibawah ini
beberapa pembagian pheumotoraks.
1.
Berdasarkan terjadinya
a.
Artifisial
Pheumotoraks
yang disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu.
b.
Traumatik
Pheumotoraks
yang disebabkan oleh jejas mengenai dada.
c.
Spontan
Pheumotoraks
yang terjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma
seringkali didapatkan pada penyekit dasar misalnya : Tuberkulosis paru yang
prosesnya sudah lama, dengan multiple cavety, fibrosis, emfisema, TB milier.
2.
Berdasarkan lokalisasi
a.
Pheumotoraks parietalis
b.
Pheumotoraks medialis
c.
Pheumotoraks basalis
3.
Perbedaan derajat kolaps
a.
Pheumotoraks totalis
b.
Pheumotoraks parsialis
4.
Berdasarkan jenis fistel
a.
Pheumotoraks terbuka →
pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif
Pertama Kedua
Ekspirasi +2 - +2
Inspirasi -2 -2
b.
Pheumotoraks tertutup →
pada waktu terjadi gerakan pernapasan tekanan udara di kavum pleura tetap negatif
Pertama Kedua
Akspirasi - 4 → - 4
Inspirasi -12 -12
c.
Pheumotoraks ventil →
waktu ekspirasi di rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi
Pertama Kedua
Ketiga
Ekspirasi +12 → +7 → +10
Inspirasi
-3 +3 +6
Etiologi dan Patogenesis
Pheumotoraks Spontan
Keadaan fisiologi tekanan-tekanan
dirongga dada dalam keadaan normal sebagai berikut :
a.
Tekanan intrapleural inspirasi sekitar - 11 → - 12 cm H2 O
b.
Tekanan intrapleural ekspirasi sekitar - 4 → -9 cm H2 O
c.
Tekanan intra bronchial inspirasi sekitar - 1,5 → -7 cm H2 O
d.
Tekanan intra bronchial ekspirasi sekitar - 1,5 → - 4
cm H2 O
e.
Tekanan intra bronchial waktu bicara → +30 cm H2 O
f.
Tekanan intra bronchial waktu batuk → +90 cm H2 O
Patofisiologi pneumothoraks menurut
Macklio
Alveol disangga oleh kapiler yang
mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan
tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju
kejaringan peribronkovarkuler gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi
endrobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya
robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan
fibrotik peri bronco vascular gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi
endobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya
robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan
fibrotik peri bronco vascular robekan pleura kearah yang berlawanan dengan
tilus akan menimbulan pneumothoraks sedangkan robekan yang mengarah ke tilus
dapat menimbulakan pneumomediastinum dari medrastinum udara mencari jalan
menuju atas, ke arah leher. Diantara organ – organ di mediastinum terdapat
jaringan ikat yang longgar sehingga mudah di tembus oleh udara. Dari leher
udara menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan
emfisema sub kutis. Emfisema sub kutis dapat meluas kearah perut hingga
mencapai skretum.
Gejala klinis
ø
Nyeri dada yang mendadak
ø
Sesak napas yang mendadak
ø
Kegagalan pernapasan dan mungkin pula disertai
sianosis.
Pemeriksaan fisik
ø
Seringg terjadi “circulatory collapseoleh karena
“Tenston pneumothoraks”
ø
Pada perkusi didapatkan suara hipersonar.
ø
Pada auskultasi di dapatkan suara napas melemah
sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Foto Dada
-
Pada foto dada PA, terlihat pinggir paru yang kollaps
berupa garis pada pneumothoraks parsialis yang lokalisasinya di anterior atau
porterior batas pinggir paru ini mungkin tidak terlihat.
-
Mediastinal ships” dapat dilihat pada foto PA atau
fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi, terutama dapat
terjadi pada “tension pneumothoraks”
Diagnosis banding
1.
Pleurisi dan perikarditis
2.
Miokard infark dan emboli paru
3.
Bronkitis kronis dan emfisema
4.
“Diaphragmatic Herniae”
5.
Dissecting aneurysmae aortae”
Penyulit
1.
timbul cairan intra pleura, misalnya.
-
Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
-
Pneumothoraks disertai darah : hematho toraks.
2.
Emfisema subkutis dan emfisema mediartinum.
3.
Syok kardiogenik.
4.
Gagal nafas
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks
tergantung dari jenis pneumothoraks, derajat kolaps berat ringan gejala,
penyakit dasar dan penyulit yang terjadi untuk melaksanakan pengobatan tersebut
dapat dilakukan tindakan medis atau tindakan bedah.
1.
Tindakan medis
Tindakan
observasi, yaitu dengan mengukur tekanan
intra pleural menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama di
tujukan pada penderta pneumothoraks tertutup atau terbuka sedangkan untuk
pneumothoraks ventil tindakan utama yang
harus dilakukan dekompresi terhadap tekanan intra plura yang tinggi tersebut
yaitu dengan membuat hubungan dengan udara luar.
2.
Tindakan dekompresi
Membuat hubungan
rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a.
Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk
kerongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura
akan berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut.
b.
Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra
ventil :
1.
Dapat memakai infus set
2.
Jarum abbocath
3.
Pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Pipa khusus
(thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara troakar
atau dengan bantuan klem penjepit (pean) pemasukan pipa plastik (thoraks
kateter) dapat juga dilakukan me;lalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit dari sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila
belakang. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya ujung selang plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik di dada dan pipa kaca WSD di hubungkan melalui pipa
plastik lainnya posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm dibawah
permukkaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan terus
– menerus (continous suction).
Penghisapan
dilakukan terus menerus apabila tekanan intra pleura tetap positif penghisapan
ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar sebesar 10 – 20 cm H2O dengan tujuan agar paru
cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan
pleura parietalis.
Pencabutan drain.
Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra
pleura sudah negatif kembali, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain
di tutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, maka drain dicabut.
3.
Tindakan bedah
1.
Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi
duicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
2.
Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan
pleura yang menyebakan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan
atau dekortisasi.
3.
dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak. Sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
4.
pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan
antara kedua pleura ditempat fistel.
Pengobatan tambahan
1.
Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan
tambahan ditujukan terhadap penyebanya
-
Tehadap proses tuber kulosis paru, diberi obat anti
tuberculosis .
-
Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi,
penderita diberi laksan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita
tidak perlu mengejan terlalu keras.
2.
Istirahat total
-
Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat
barang) batuk, bersin terlalu keras, mengejan.
Pencegahan pneumothorik
1.
Pada penderia PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik
– baiknya, terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering sering dilakukan dan
penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras – keras. Juga penderita tidak
boleh mengangkat barang berat, atau mengejan terlalu kuat.
2.
Penderita TB paru, harus diobatai dengan baik sampai
tuntas. Lebih baik lagi. Bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal,
sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.
Rehabilitasi
1.
Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus
dilakukan pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
2.
untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu),
penderita dilarang mengejan, mengangkat barang berat, batuk / bersin terlalu
keras.
3.
bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti
tusif, berilah laksan ringan.
Riwayat Perawatan
Tanggal MRS : 27 – April 2001 jam 17.08 WIB
Ruangan : Paru laki
Kelas : III. No.
Bed : 38
Diagnosa : TB Paru + Pneumothorax parsial
No Register : 10039293
Tanggal pengkajian : 3 Mei 2001, jam 08.00 WIB
I.
Identitas penderita.
Nama : Tn H.S.
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Gundi 2/9
Surabaya
Agama : Kristen
Bangsa/Suku : Indonesia
Bahasa yang
dipakai : Indonesia Jawa
Status
perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Bengkel
Penanggung Jawab
: Ny. H. (Istri)
II.
Riwayat penyakit sekarang
Keluahan utama :
Klien mengatakan dada kanan terasa nyeri /kemeng sekitar
pemasangan WSD.
Riwayat penyakit
sekarang : klien mengatakan
sesak nafas terutama bila berjalan ± 20
m atau untuk kerja berat, sesak dirasakan seja satu minggu sebelum masuk rumah
sakit. Batuk sejak ± 8 tahun dengan riak putih encer. Panas badan summer –
summer nyeri dada sebelah kanan, nafsu makan menurun, keringat malam, BAB
menurun, BAK biasa.
Dalam pengkajian
klien mengatakan mengatakan sesaknya sudah berkurang panas sumer – sumer dan
juga nyeri di dada sebelah kanan klie terpasang WSD selasa, 1 MEI 2001.
III. Riwayat
penyakit dahulu.
ø
Klienn mengatakan tidak pernah menndrita
penyakit hipertensi, diabetus militus.
ø
Klien mengatakan pernah MRS tahun 1994 dDr.
Soetomo ± 7 hari oleh karena pneumothoraks dan diterpi obat selama 6 bulan dan
ttelah dinyatakan sembuh.
ø
Merokok ± 1paks / hari dan berhenti 10 tahun
yang lalu .
ø
Klien mengatakan tidak alergi terhadap makanan.
IV. Riwayat
Keluarga
ø
Klien mengatakan dalam keluarganya ada yang menderita penyakit sepertinya yaitu ayah
klien dan meninggal dunia setelah 3 tahun di ketahui mengidap penyakit TB
ø
Tidak ada riwayat hipertensi, DM, atau asma.
ø
Upaya yang dilakukan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarganya yang sakit dibawah ke instansi kesehatan.
V.
Riwayat Psikososial
ø
Intrapersonal : klien mengatakan sedih dan cemas
dengan keadaan penyakitnya apabila dulu sudah dinyatakan sembuh (tahun 1994,
MRS) tapi kambuh lagi.
ø
Interpersonal : klioen adalah seorang kepala
keluarga dan sebagai pencari nafkah bagi istri dan seorang anak yang masih
berumur 7 tahun klien juga merupakan anggota masyarakat dalam lingkungannya.
VI. Pola
– pola fungsi kesehatan.
1.
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
a.
Kebiasaan :
*
Klien mengatakan pernah merokok ±
1paks/hari tapi berhenti ± 10 tahun yang
lalu sekarang klien tidak merokok lagi.
*
Klien tidak minum – minuman keras maupun
menggunakan obat penenang.
2.
Pola nutrisi dan metabolisme
a.
Kebiasaan :
Sebelum MRS :
*
Klien makan teratur 3 x sehari dengan nasi biasa
lauk dan sayur semenjak sakit – sakitan nafsu makan menurun
Sesudah MRS :
*
Klien selalu tidak menghabiskan porsi makanannya
hanya klien mendapat Dnt TKTP
BB : 39 kg TB :162 Cm.
b.
Minum
Sebelum MRS : klien mengatakan minum ± 6 –8 gelas sehari
Selama MRS : Klien mengatakan tidak ada perubahan ±
5 – 8
gelas sehari, minum air putih.
3.
Pola Eliminasi
a.
Kebiasaan BAB dan BAK
Sebelum MRS : Klien mengatakan BAB biasanya 1 x dalam
sehari
dengan konsistensi padat dan bau
khas BAK ± 3 – 4 sehari (setiap mandi)
Sesudah MRS : Klien mengatakan baru dapat BAB setiap 3
hari
sekali, konsistensi padat bau khas,
klien mengatakan tidak pernah dibuat untuk mengejan karena takut selang WSD nya
lepas.
BAK tidak terjadi perubahan ± 3 – 4
x sehari dengan bantuan pispot.
4.
Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum MRS : Klien mengatakan tidur biasanya
mulai jam 23.00–
5.00 WIB ± 6 – 8
jam sehari tidak ada gangguan tidur tapi kadang II juga terganggu
dengan sesak.
Sebelum MRS : Klien mengatakan bias tidur kalau
mmalam karena
selain sudah beradaptasi dengan lingkungan RS. Juga karena
sesaknya sudah berkurang.
Klien tidur ± 5 –
8 jam sehari klien bed rest.
5.
Pola Aktivitas
Sebelum MRS : Klien mengatakan bekerja disebuah
bengkel,
sebagai sumber pencari nafkah.
Sesudah MRS : Klien bed rest, terpasang WSD di
dada kanan,
infus di lengan kiri aktivitas yang
memerlukan banyak energi (BAB + BAK)
dibantu keluarga.
6.
Pola Hubungan dan Peran
Klien
mengatakanhhubungan dengan keluarga, orang lain perawat, dokter dan tim
kesehatan lain baik.
7.
Pola persepsi dan konsep diri
a.
Body Image
Klien mengatakann
sangat berhharap untuk segera sembuh sehingga sering bertanya tentang
penyakitnya.
b.
Self Sistem
Klien
mengatakan kadang minta bantuan dalam memenuhi kebutuhannya (BAB, BAK, Mandi /
seka dll)
8.
Pola Sensori dan Kognitif
a.
Sensori
Daya penciuman,
rasa, raba, daya lihat, dan pendengaran baik
b.
Kognitif
Proses berfikir
klien lancar, isi pikiran mudah dimengerti, dan tidak menganut waham.
9.
Pola Reproduksi social
Klien mengatakan
hubungan hubungan dengan istri baik dan tidak ada masalah. Selama menikah klien
dianugerahi seorang putra yang masih berumur 7 tahun kelas 2 SD.
10.
Pola penanggulangan stress
Klien mengatakan
sedih dan cemas akan penyakitnya, tetapi klien memasrahkan pada tim kesehatan
yang menanganinya, karena dulu juga pernah MRS dengan kasus yang sama di tempat
yang sama.
11.
Pola tata nilai dan kepercayaan.
Klien seorang
kristiani, selama sakit klien menjalankan ibadah tidak optimal, hanya menurut
kemampuannya (berdo’a).
VII.
Pemeriksaan Fisik
A.
Status Kesehatan umum
ø
Keadaan / kesadaran :
Composmentis
ø
Suara :
bicara jelas
ø
Tensi :
110 /70 mmHg
ø
Suhu :
36,8oC
ø
Nadi :
88x/menit
ø
RR :
24 x/menit
B.
Sistem integumen
ø
Kulit tidak pucat, tidak ada pigmentasi, tidak
ada lesi.
ø
Rambut hitam, lurus, tidak botak (alopecia) kuku
tidak pucat turgor sedang.
C.
Kepala
ø
Letak simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada
trauma kepala.
D.
Muka
ø
Letak simetris, tidak ada oedema, kulit muka
tidak keriput.
E.
Mata
ø
Alis mata tidak rontok, kelopak mata tidak
oedema, cenjungtiva kemerahan, selera tidak icterus.
F.
Telinga
ø
Letak simetris, tidak ada secret, tidak ada
lesi.
G.
Hidung
ø
Letak simetris, tidak ada secret, tidak ada
lesi.
H.
Mulut dan faring
ø
Letak simetris tidak ada caries gigi, tidak ada
perdarahan gusi tidak ada pembesaran tonsil.
I.
Leher
Letak simetris,
tidak kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, trakea, berada disebelah
kiri (tidak simetris)
VIII.
Pemeriksaan penunjang
Tanggal : 27 – 4 – 2001
Hemoglobin : 14,7 9/41
(11,4 – 15,1)
Lekosit : 7,0 x 109/1 (4,3 –11,3)
Trombosit : 394 x 10 9/1 (150 – 350)
PCV : 0,41
Glukosa darah
acak 142
SGOT : 23h/1 40
BUN : P/habis
Kreatinin serum
1,32 mg/d <1,5
Elektrlit
Kalium :
3,92 3.5 5.5 meq/dl
Natrium : 140 135
– 145 meq/dl
Analisa gas
darah
DH : 7,415 (7,35 – 7,45) O2 sat +95,1
PO2 : 73,9 mmHg
IX. Therapi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar