welcome...

hii friends,,welcome to my blog,,I like to share everything to the world,,hope we can be a friend,,
happy reading,,

Senin, 22 Oktober 2012

PNEUMOTHORAKS


PNEUMOTORAKS
Batasan
Pneumotoraks ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura.
Read More → PNEUMOTHORAKS

Jumat, 12 Oktober 2012

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT ABSES PARU


MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT ABSES PARU


OLEH :
1.    NI LUH NOVITA ARIANTI
2.    NI MADE DESY WIDYASTUTI
3.    NI NYOMAN DESSRY ARRISANDY

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2012/2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan kesehatan, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.

Saat ini , perawat professional yang memberikan asuhan keperawatan sistem pernapasan bertanggung jawab dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan secara komprehensif. Proses tersebut meliputi bio-psiko-sosio-kultural yang berbasis pada disiplin ilmu dalam ruang lingkup asuhan keperawatan sistem pernapasan yang mencakup pengenalan konsep anatomi dan fisiologi, patofisiologi penyakit, yang nantinya akan mengarah kepada terjadinya masalah keperawatan, pengkajian untuk menegakan masalah keperawatan, perencanaan dan implementasi tindakn keperawatan, serta evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan.

Penyusun membahas mengenai “Asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Abses Paru ” ini bertujuan untuk memudahkan pembaca terutama para perawat professional dalam memahami asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem pernpasaan (Abses paru).

Untuk materi yang disajikan, penyusun mencoba menggabungakan beberapa konsep asuha keperawatan dari beberapa literature yang sesuai dengan konsep dasar asuhan keperawatan.

Pada kesempatan  ini, penyusun juga mengucapkan terima kasih sekaligus izinya kepada penulis buku yang telah dijadikan literatur dalam makalah ini, dimana bayak terdapat beberapa pemahaman dan tulisan yang penyusun kutip unutk menambah lengkapnya makalah ini.

Akhir kata, penyusun mengharapakan adanya masukan, kritik dan sarang yang membangun dalam bentuk apapun demi perbaikan makalah dimasa mendatang.



Mataram, 20 September 12


 Penyusun


DAFTAR ISI

            Kata pengantar
            Daftar isi
            Bab I Pendahuluan
1.1  Latar belakang
1.2  Tujuan umum
1.3  Tujuan khusus
1.4  Ruang lingkup penyusunan
1.5  Sistematika penyusunan
            Bab II Tinjauan Pustaka
                              2.1 Anatomi dan Fisiologi sistem Pernapasan
                              2.2 Konsep Abses Paru
            Bab III Asuhan keperawatan
3.1  Pengkajian
3.2  Diagnosa
3.3  Perencanaan dan Implementasi
3.4  Evaluasi
            Bab IV  Penutup
     4.1 Kesimpulan
     4.2 Saran
            Daftar pustaka



BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar belakang
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7)
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4)
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada.



1.2Tujuan umum
Memenuhi tugas  Student Center Learning Interactive Skill Station (SCL ISS) dari dosen pembimbing dan untuk mengetahui secara garis besar mengenai sistem pernapasan dan gangguan, serta asuhan keperawatannya.

1.3Tujuan Khusus
1.      Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar penyakit Abses Paru
2.      Meningkatkan pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita Abses Paru
3.      Memberikan gambaran asuhan keperawatan secara teoritis kepada klien yang menderita Abses Paru

1.4Ruang Lingkup Penyusunan

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriftif yaitu dengan menggambarkan konsep dasar dari penyakit empiema dan asuhan keperawatannya dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari kelompok.

1.5 Sistematika Penyusunan
Penyusunan makalah ini terdiri dari IV (empat) bab yang disusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:
                     BAB I         :  Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
                     BAB II        :  Landasan teoritis, yang terdiri dari anatomi dan fisiologi sistem pernapasan, konsep dasar Abses Paru, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan.
                     BAB III       :  Asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan evaluasi.
                     BAB IV      :  Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

          2.1 Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
1.  Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bawah, dan paru.

a.       Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan terdiri dari:
1)      Hidung. Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2)      Faring. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tenggorok sampai esophagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).
3)      Laring (Tenggorokan). Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4)      Epiglotis. Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat proses menelan.



b.      Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan menghasilkan surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1)      Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang ± 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2)      Bronkus. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas ke bawah.
3)      Bronkiolus. Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
4)      Alveolus. Alveolus itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epithelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.

c.       Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

2.      Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a.       Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
 Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b.      Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran  dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c.       Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

            Bagaimana persarafan pada sistem pernapasan?
Pada didning bronkus dan bronkiolus terdapat sistem saraf otonom. Yang pertama adalah sistem saraf parasimpatik, yaitu dengan reseptor muskarinik yang memperantarai respon bronkikontriksi, vasodilatasi pulmonal, dan sekresi kelenjar mukus. Yang kedua, sistem saraf simpatik, yaitu reseptor adrenegik alfa dan beta yang terdapt pada eptelium bronkus, otot dan sel mast. Pada manusia reseptor β2 yang paling banyak dijumpai diparu-paru. Injeksi atau inhalasi satu agonis β dapat menyebapkan bronkodilatasi, vasokontriksi pulmonar, dan berkurangnya sekresi kelenjar mukus.
Yang terakhir, ada inervasi sistem saraf nonadrenergik non kolinergik (NANC) pada bronkiolus yang melibatkan berbagai mediator seperti ATP, oksida nitrat, substance P, dan VIP (vasoactive Intestinal peptide). Sistem NANC terlibat dalam respon penghambatan brokodilatasi, dan diduga berfungsi sebagai penyeimbang terhadap fungsi pemicuan oleh sistem kolinergik.



2.2 Konsep Abses Paru
A.    Pengertian

1.      Abses paru adalah lesi nekrotik setempat pada parenkim paru yang berisis bahan purulent dan mengakibatkan lesi sehingga mengalami kolaps dan membentuk ruang.
2.      Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri
3.      Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang berisi puing-puing nekrotik atau cairan disebabkan oleh infeksi mikroba. Pembentukan abses multipel kecil (<2 cm) kadang-kadang disebut sebagai nekrosis atau gangrene paru pneumonia. Kedua abses paru dan pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari proses patologis yang serupa
4.      Abses Paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.

B.     Etiologi
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi).
Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gusi sampai ke saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada:
- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alcohol.
Penderita penyakit sistem saraf. Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan), yang berakhir dengan pembentukan abses.
Mekanisme pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia atau endokarditis katup trikuspidalis, akibat emboli septik pada paru-paru.
Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling sering adalah Peptostreptococcus, Bacteroides, Fusobacterium dan Microaerophilic streptococcus.
Organisme lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses paru adalah:
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
- Klebsiella pneumoniae
- Haemophilus influenzae
- spesies Actinomyces dan Nocardia
- Basil gram negatif.
Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:

- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides
- Mycobacteria.

C.    Patofisiologi
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:
a.       Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses hepar.
b.      Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c.       Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
d.      Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
e.       Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:
Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi.
Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.




PATWAY ABSES PARU

Reaksi sitemis : bakterimia/viremia, Anoreksia, mual, demam, penurunan berat badan

Edema tracheal/faringeal peningkatan produksi sekret

Ada sumber infeksi di saluran pernafsan

Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan, dan tumor bronkus

Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Peningkatan laju metabolism umum, Intake nutrisi tidak adekuat, Tubuh makin kurus, Ketergantungan aktifitas sehari-hari, Kurangnya pemenuhan istirahat tidur, Kecemasan, Pemenuhan informasi
 




                                                                                       

Hipertermi, Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan, Gangguan pemenuhan ADL, Kecemasan, Ketidaktahuan/ pemenuhan informasi

Peradangan pada bronkus meyebar ke parenkim paru

Aspirasi bakteri berulang

Penurunan jaringan efektif paru, kerusakan membran alveolar-kapiler

Pembentukan pus dan drainase tida memadai

Pembentukan jaringan granulasi di paru

Gangguan pertukaran gas

Sesak nafas ,penggunaan otot bantu nafas, pola nafas tidak efektif

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Batuk produktif , Sesak nafas, penurunan kemampuan batuk efektif
 





















D.    Manifestasi Klinis

- kelelahan
- hilang nafsu makan
- berat badan menurun
- berkeringat
- demam
- batuk berdahak.
Dahaknya bisa mengandung darah.
Dahak seringkali berbau busuk karena bakteri dari mulut atau tenggorokan cenderung menghasilkan bau busuk.
Ketika bernafas, penderita juga bisa merasakan nyeri dada, terutama jika telah terjadi peradangan pada pleura.
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
1.      Panas badan 
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
2.      Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)
3.      Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
4.      Nyeri yang dirasakan di dalam dada
5.      Batuk darah
6.      Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

E.     Pemeriksaan Diagnostik

1.      Gambaran Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
2.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

F.     Penatalaksanaan

Untuk penyembuhan sempurna diperlukan antibiotik, baik intravena (melalui pembuluh darah) maupun per-oral (melalui mulut).
Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan rontgen dada menunjukkan bahwa abses telah sembuh. Untuk mencapai perbaikan seperti ini, biasanya antibiotik diberikan selama 4-6 minggu. Pada rongga yang berukuran besar (diameter lebih dari 6 cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang.
Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10 hari setelah pemberian antibiotik demam tidak juga turun, berarti telah terjadi kegagalan terapi dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk menentukan penyebab dari kegagalan tersebut.
Hal -hal yang perlu dipertimbangkan pada penderita yang memberikan respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik adalah penyumbatan bronkial oleh benda asing atau tumor; atau infeksi oleh bakteri, mikobakteri maupun jamur yang resisten.
Pada abses paru tanpa komplikasi sangat jarang dilakukan pembedahan. Indikasi pembedahan biasanya adalah kegagalan terhadap terapi medis, kecurigaan adanya tumor atau kelainan bentuk paru-paru bawaan.
Prosedur yang dilakukan adalah lobektomi atau pneumonektomi.
Angka kematian karena abses paru mencapai 5%. Angka ini lebih tinggi jika penderita memiliki gangguan sistem kekebalan, kanker paru-paru atau abses yang sangat besar.

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :
1.      Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2.                  Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3.                  Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN KASUS ABSES PARU

3.1  Pengkajian
Anamnesa :
 Klien mengeluh batuk, Demam, Sesak napas,  Seputum supuren dan berbau, terlihat pasien menggigil, napas cepat, suhu lebih dari 40̊ C, dan tidak nafsu makan dan penurunan berat badan.
Riwayat penyakit :
a.       Saat ini
Pasien biasanya mempunyai riwayat penyakit 1-3 minggu dengan gejala demam dan menggigil serta adanya nyeri dada. Rendahnya nafsu makan klien dengan penurunan berat badan dan lemah badan.
b.      Penyakit dahulu
Adanya keluhan malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, terauma, dan serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung saat berada dalam keadaan tidak sadar atau adanya emboli bakteri di paru akibat suntikan obat.
Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
            Klien biasanya mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya seperti batuk, sesak napas, dan demam yang merupakan stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit klien.
Pemeriksaan fisik:
a.       Keadaan umum dan TTV
Hasil pemeriksaan TTV pada klien dengan abses paru biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari 40̊ C, frekuensi nafas meningkat dari normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, tekanan darah biasanya tidak bermasalah.

b.      IPPA
-          Inspeksi :
Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan kelelahan. Bentuk dada biasanya tidak mengalami perubahan. Gerakan pernapasan asimetris di sisi paru yang mengalami lesi, gerakan pernapasannya akan tertinggal sesuai dengan banyaknya pus yang terakumulasi di paru. Ritme pernapasan cepat dan dangkal. Batuk dan sputum. Klien mengalami batuk yang produktif dengan sputum banyak dan berbau busuk, purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah, atau kadang-kadang batuk dengan darah dalam jumlah yang banyak.
-          Palpasi :
Taktil fremitus pada klien dengan abses paru biasanya normal. Perbedaan penurunan fremitus ditemukan apabila terjadi akumulasi pus. Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang terinfeksi panas badan yang meningkat diatas normal, takikardi, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), sesak nafas.
-          Perkusi
Saat dilakukan perkusi, didapatkan bunyi redup pada sisi paru yang terkena.
-          Auskultasi
Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus. Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, suara nafas melemah dan jika bronkhus paten dan drainase baik ditambah adanya konsolidasi di sekitar abses akan terdengar suara nafas bronkhial dan ronkhi basah.
c.       Pemeriksaan B6
-          B1 (Breathing)
a.       Ketidakefektifan pola napas
b.      Gangguan pertukaran gas
c.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan sekret
-          B2 (Blood)
Denyut nadi takikardi dan tekanan darah biasanya normal. Tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
-          B3 (Brain)
Tingkat kesadaran pasien biasanya compos mentis jika tidak disertai komplikasi penyakit yang serius.
-          B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan tanda awal dari syok.
-          B5 (Bowel)
Klien biasa sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan rongga mulut sering menunjukkan keadaan oral higiene yang buruk dengan karies gigi, ginggivitis, periodontitis, dan keadaan lain yang meningkatkan jumlah bakteri anaerob di rongga mulut.
-          B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaan Radiologis
-          Pada fase permulaan, biasanya terlihat gambaran pneumonia dan kemudian akan tampak daerah radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat dengan batas permukaan udara cairan (air fluid level) didalamnya yang menunjukkan adanya drainase yang tidak sempurna. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
-          Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.

b.      Pemeriksaan laboratorium
-          Hasil pemeriksaan biasanya menunjukkan adanya leukosit terutama polimorfonuklear dengan pergeseran kekiri. Kadang-kadang jumlah leukosit dapat mencapai 20.000-30.000/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
-          Sputum diperiksa dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat dengan cara makroskopis, bau dan warna sputum, serta pemeriksaan mikroskopis untuk identifikasi organisme, pewarnaan gramnuntuk pemeriksaan bakteri tahan asam, dan biakan untuk jamur serta biakan mikroorganisme aerob dan anaerob.
-          Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.
-          Besar kavitas biasanya sekitar 4-5 cm dan paling sering terletak di segmen posterior lobus atas kanan. Letak abses dapat timbul di tempat lain bergantung pada posisi klien saat aspirasi dan dapat mengenai lebih dari satu segmen.
-          Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri.
c.       Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Analisis data:
DS :
a.       klien mengeluh sesak napas
b.      batuk
c.       demam
d.      klien mengeluh kurang nafsu makan dan penurunan berat badan
DO :
a.       terlihat napas klien cepat
b.      terlihat klien tidak berhenti batuk (batuk produktif)
c.       adanya seputum supuren dan berbau
d.      klien menggigil dengan suhu lebih dari 40̊ C
e.       adanya penurunan berat badan dan badan klien terlihat lemas
f.       danya suara bronkhial dan suara ronkhi basah
Sign atau Symton
Etiologi
Problem

DX : Klien datang kerumah sakit dengan keadaan menggigil disertai batuk dan sesak nafas
DS :
-          aklien mengeluh sesak napas
-          mengeluh batuk
-          demam
-          klien mengeluh kurang nafsu makan dan penurunan berat badan
DO :
-          terlihat napas klien cepat
-          terlihat klien tidak berhenti batuk (batuk produktif)
-          adanya seputum supuren dan berbau
-          klien menggigil dengan suhu lebih dari 40̊ C
-          adanya penurunan berat badan dan badan klien terlihat lemas
-          adanya suara bronkhial dan suara ronkhi basah


1.      Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)
2.      Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu
3.      Perluasan abses subdiafragmatika
4.      Berasal dari luka traumatik paru
5.      Infark paru yang terinfeksi



1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abses paru.
3.      Hipertermi.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhab tubuh berhubungan dengan peniungkatan metabolisme tubug dan penurunan nafsu makan sekunder tehadap demam.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder tehadap abses paru.
6.      Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
7.      Kurangnya pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi.


3.2  Diagnosa keperawatan

1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abses paru.
3.      Hipertermi.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhab tubuh berhubungan dengan peniungkatan metabolisme tubug dan penurunan nafsu makan sekunder tehadap demam.



3.3  Perencanaan dan Implementasi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,kelemahan,upaya batuk buruk,edema trakheal/faringeal
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
-          Klien mamapu melakukan batuk efektif
-           pernafasan klien normal 16-20x/menit tanpa adanya otot bantu nafas, bunyi nafas normal, pergerakan nafas normal
Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1. Kaji fungsi pernafasan ( bunyi  nafas, kecepatan , irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu pernafasan )
2. Kaji kemmpuan klien mengeluarkan sekresi. Lalu catat karakter dan volume sputum dan adanya hemoptisis

3. memberikan posisi fowler/semi fowler tinggi dan bantu klien berlatih napas dalam dan batuk efektif.
4. Mempertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
5. Membersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan (suction)

- Penurunan bunyi nafas menujukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran  sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan kerja pernafasan.
- Penge luaran sulit bila sekret kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).sputum
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menunrunkan upaya bernafas.ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatakan  gerakan sekret kejalan nafas besar untuk dikeluarkan.
Hidrasi yang adekuat dapat membantu mengencerkan sektret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
Mencegah obstruksi dan aspirasi.penghisapan dilakukan bila klien tidak dapat mengeluarkan sekret.eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakuakn dalam janggka waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek samping suction.

1. Tidak terdengar bunyi ronkhi
2. pasien dapat melakukan batuk efektif.

3.melancarkan sirkulasi pernapasan.

4.      Kesehatan pasien berangsur pulih dan kebutuhan cairan terpenuhi.


 5.tidak ada sumbatan jalan napas.


2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abses paru
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
Melaporkan tak adanya atau penurunan dispnue
Klien menunjukan tidak ada gejala distress pernafasan
Menunjukan prbaikan ventilasi dan oksigen jarimgan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1. Kaji dispnue,takipnue, bunyi nafas ,peningkatan upaya pernfasan ,ekspansi torak dan kelemahan
2. Ajarkan dana dukung pernafasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
3. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan
4. Kortikosteroid

Abses paru mengakibatkan efek luas pada paru ,inflamsi yang luas, nekrosis dan fibrosis yang luas efeknya terhadap pernafasan berpariasi dari gejala ringan dispnue berat dan distres pernafasan.

Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolap atau penyempiatan jalan nafas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru da mengurangi nafas pendek

Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru

Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan

TTV normal.

sirkulasi pernapasan lancar, nafas pendek tidak ada lagi

Hipoksemia teratasi
Tidak terjadi

komplikasi pada organ lain


3. Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis : bakterimia/viremia, peningkatan laju metabolisme umum
Batasan karakteristik : foto rontgen thorak menunjukan adanya pleuritis, suhu di atas 370 C ,diaphoresis, intermiten, leukosit diatas 10.000/mm3, dan kultur sputum positif
Kriteria evaluasi : suhu tubuh normal (36-370C)
Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1. Kaji saat timbulnya demam
2. Kaji tanda-tanda vital setipa 3 jam atau lebih sering
3. Berikan kebutuhan cairan ekstra
4. Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung klien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaphoresis, memberi minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedative ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembap pada kulit dan bibir
5. Berikan terapi cairan IV RL 0,5 dan pemberian antipiretik
6. Berikan antibiotic sesuai dengna anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali semua obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.

Mengidentifikasi pola demam
Acuam untuk mengetahui keadaan umum klien

Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang banyak.

Tindakan tersebut meningkatkan relaksasi. Pelembap membantu mencegah kekeringan dan pecah-pecah di mulut dan bibir.

Pemberian cairan sangat penting bgi klien dengan suhu tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter, sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.
Antibiotic diperlukan untuk mengatasi infeksi. Efek terapeutik maksimum yang efektif dapt dicapai, jika kadar obat yang ada dalam darah telah konsisten dan dapat dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat-obatan yang diberikan meningkat dengan adanya efek farmakterapi berganda. Efek samping akibat interaksi satu obat dengan yang lainya dapat mengurangi keefektifan pengobatan dari salah satu obat atau keduanya


-          Demam teratasi

-           TTV normal


-           suhu tubuh normal

-           klien merasa nyaman

-          suhu tubuh normal


-          tidak terjadi infeksi



4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
Batasan karakteristik : mengatakan anoreksia, makan kurang 40% darui seharusnya penurunan BB dan mengeluh lemah
Batasan karakteristik : mengatakan anoreksia, makan kurang 40% darui seharusnya penurunan BB dan mengeluh lemah
Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1. Pantau :  persentase jumlah makanan yg dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total albumin, dan osmolitas
2. Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.
3. Berikan perawatan mulut tiap  4  jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.
4. Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yg dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit panas.
5. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada sesak napas berat.

Menidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan

Bau yang tidak meyenangakan dapat mempengaruhi nafsu makan

Peningkatan suhu tubuh meningkatkan metabolisme, intake protein, vitamin, mieral, dan kalori yang adekuat penting untuk aktivitas anabolic dan sistesis antibody

Ahli diet ialah spesialisasi dalam ilmu gizi yang dapat membantu klien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, dan berat badan

Makanan porsi sedikti tapi sering memerlukan lebih sedikit energy.

klien mampu menkonsumsi makanan sesuai dengan indikasi,

klien merasa nyaman

intake nutrisi terpenuhi

penyerapan nutrisi teratur

Klien dapat menghabiskan porsi makanan yang di sajikan







3. 4 Evaluasi
NO
EVALUASI
DX1




DX2




DX3




DX4
S = klien mampu melakukan batuk efek efektif dan napas dalam
O= pernapasan normal RR 16-20x/menit.
A= terpenuhi
P=intervensi dihentikan.

S = Klien mengatakan sudah tidak sesak napas lagi.
O= tidak ada tarikan dinding dada.
A= terpenuhi
P=intervensi dihentikan

S = Klien mengatakan tubunya tidak terasa panas lagi
O = suhu tubuh klien normal (36-370C)
A = teratasi
P = intervensi dihentikan

S= Klien mengatakan dapat menghabiskan satu porsi makanan.
O= berat badan meningkat/normal dan tidak ada tanda mal nutrisi
A=terpenuhi
P=intervensi dihentikan






BAB IV
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Abses Paru adalah suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana Abses paru  adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.

Penyebap Abses Paru dibagi menjadi 2 yaitu
1.      Infeksi karena aspirasi dari saluran napas. Mikroorganisme penyebab dapat berasal dari bermacam-macam basil dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk aerob dan aerob seperti Streptokokus, spiroketa, dll) 
  1. Obstruksi mekanik atau fungsional bronki (tumor, benda asing atau stenosis bronkial)Nekrotisasi pneumonia,Tuberkulosis, embolisme paru atau trauma dada
Penatalaksanaan Abses Paru dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan Abses Paru dan konsep Abses Paru itu sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya.

1.2    Saran

Kepada tim kesehatan, terutam perawat diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan dilakukan oleh perawat professional.



DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.
Dr. Ikawati, Zullies,Apt. 2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan. Yogyakarta : Pustaka Adipura.
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan  Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.






Read More → MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT ABSES PARU