NARA ELF LOVE SUPER JUNIOR
I'am ELF although not from Begin, but I will be ELF until the END
Halaman
welcome...
hii friends,,welcome to my blog,,I like to share everything to the world,,hope we can be a friend,,
happy reading,,
Senin, 07 Januari 2013
Kamis, 15 November 2012
Senin, 22 Oktober 2012
PNEUMOTHORAKS
PNEUMOTORAKS
Batasan
Pneumotoraks ialah didapatkannya
udara didalam kavum pleura.
Jumat, 12 Oktober 2012
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT ABSES PARU
MAKALAH
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT ABSES PARU
OLEH
:
1. NI
LUH NOVITA ARIANTI
2. NI
MADE DESY WIDYASTUTI
3. NI
NYOMAN DESSRY ARRISANDY
PROGRAM
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
kesehatan, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Saat ini , perawat professional
yang memberikan asuhan keperawatan sistem pernapasan bertanggung jawab dalam
melaksanakan proses asuhan keperawatan secara komprehensif. Proses tersebut
meliputi bio-psiko-sosio-kultural yang berbasis pada disiplin ilmu dalam ruang
lingkup asuhan keperawatan sistem pernapasan yang mencakup pengenalan konsep
anatomi dan fisiologi, patofisiologi penyakit, yang nantinya akan mengarah
kepada terjadinya masalah keperawatan, pengkajian untuk menegakan masalah
keperawatan, perencanaan dan implementasi tindakn keperawatan, serta evaluasi
hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Penyusun membahas mengenai “Asuhan
keperawatan pasien dengan penyakit Abses Paru ” ini bertujuan untuk memudahkan
pembaca terutama para perawat professional dalam memahami asuhan keperawatan
yang akan diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem pernpasaan (Abses
paru).
Untuk materi yang disajikan,
penyusun mencoba menggabungakan beberapa konsep asuha keperawatan dari beberapa
literature yang sesuai dengan konsep dasar asuhan keperawatan.
Pada kesempatan ini, penyusun juga mengucapkan terima kasih
sekaligus izinya kepada penulis buku yang telah dijadikan literatur dalam makalah ini, dimana bayak terdapat beberapa
pemahaman dan tulisan yang penyusun kutip unutk menambah lengkapnya makalah
ini.
Akhir
kata, penyusun mengharapakan adanya masukan, kritik dan sarang yang membangun
dalam bentuk apapun demi perbaikan makalah dimasa mendatang.
Mataram,
20 September 12
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
pengantar
Daftar
isi
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan umum
1.3 Tujuan khusus
1.4 Ruang lingkup penyusunan
1.5 Sistematika penyusunan
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi sistem
Pernapasan
2.2 Konsep Abses Paru
Bab III
Asuhan keperawatan
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa
3.3 Perencanaan dan Implementasi
3.4 Evaluasi
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar
pustaka
BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar belakang
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang
berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik
parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan
gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau
komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman
aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses
paru.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman
aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak.
Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal
ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7)
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik
sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida
pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan
beberapa permasalahan sebagai berikut : (4)
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
4. Adanya super infeksi bakteri yang
mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus
berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada
makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa
sebagai penyegaran teori yang sudah ada.
1.2Tujuan umum
Memenuhi tugas Student Center
Learning Interactive Skill Station (SCL ISS) dari dosen pembimbing dan untuk
mengetahui secara garis besar mengenai sistem pernapasan dan gangguan, serta
asuhan keperawatannya.
1.3Tujuan Khusus
1.
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan
tentang konsep dasar penyakit Abses Paru
2.
Meningkatkan pengetahuan mengenai
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik
dan penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita Abses Paru
3.
Memberikan gambaran asuhan keperawatan
secara teoritis kepada klien yang menderita Abses Paru
1.4Ruang Lingkup Penyusunan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriftif yaitu
dengan menggambarkan konsep dasar dari penyakit empiema dan asuhan
keperawatannya dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan,
internet, dan diskusi dari kelompok.
1.5 Sistematika Penyusunan
Penyusunan makalah ini terdiri dari
IV (empat) bab yang disusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB
I : Pendahuluan, yang
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II : Landasan teoritis, yang
terdiri dari anatomi dan fisiologi sistem pernapasan, konsep dasar Abses Paru,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostik, dan penatalaksanaan.
BAB
III : Asuhan keperawatan, yang
terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan
evaluasi.
BAB IV
: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi sistem
pernapasan
1. Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang
berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian
atas, bawah, dan paru.
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan
udara yang terhirup. Saluran pernapasan terdiri dari:
1)
Hidung. Hidung terdiri atas nares
anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan
ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang
dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi
diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada
dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta
dilembabkan.
2)
Faring. Faring merupakan pipa yang memiliki
otot, memanjang dari dasar tenggorok sampai esophagus yang terletak di belakang
nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang
laring (laringofaring).
3)
Laring (Tenggorokan). Laring
merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina
yang bersambung di garis tengah.
4)
Epiglotis. Epiglotis merupakan katup
tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara
dan menghasilkan surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1)
Trakea. Trakea atau disebut sebagai
batang tenggorok, memiliki panjang ± 9 cm yang dimulai dari laring sampai
kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16-20
lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri
atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2)
Bronkus. Bronkus merupakan bentuk
percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan
dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang
memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang
dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas ke bawah.
3)
Bronkiolus. Bronkiolus merupakan
saluran percabangan setelah bronkus.
4)
Alveolus. Alveolus itu terdiri atas
satu lapis tunggal sel epithelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung
bersentuhan dengan udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari
alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.
c.
Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru
terletak dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.
Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan
pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian,
yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut
apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi
sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
2. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a.
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan
pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja
otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah,
yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua
sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh
pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik
paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks
dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b.
Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli
dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses
pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan
paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c.
Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2
kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.
Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak
output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan
Hb.
Bagaimana persarafan pada sistem
pernapasan?
Pada didning
bronkus dan bronkiolus terdapat sistem saraf otonom. Yang pertama adalah sistem
saraf parasimpatik, yaitu dengan reseptor muskarinik yang memperantarai respon
bronkikontriksi, vasodilatasi pulmonal, dan sekresi kelenjar mukus. Yang kedua,
sistem saraf simpatik, yaitu reseptor adrenegik alfa dan beta yang terdapt pada
eptelium bronkus, otot dan sel mast. Pada manusia reseptor β2 yang paling
banyak dijumpai diparu-paru. Injeksi atau inhalasi satu agonis β dapat
menyebapkan bronkodilatasi, vasokontriksi pulmonar, dan berkurangnya sekresi
kelenjar mukus.
Yang terakhir, ada inervasi sistem saraf nonadrenergik
non kolinergik (NANC) pada bronkiolus yang melibatkan berbagai mediator seperti
ATP, oksida nitrat, substance P, dan VIP (vasoactive Intestinal peptide).
Sistem NANC terlibat dalam respon penghambatan brokodilatasi, dan diduga
berfungsi sebagai penyeimbang terhadap fungsi pemicuan oleh sistem kolinergik.
2.2 Konsep Abses Paru
A.
Pengertian
1.
Abses paru adalah lesi nekrotik setempat pada
parenkim paru yang berisis bahan purulent dan mengakibatkan lesi sehingga
mengalami kolaps dan membentuk ruang.
2.
Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan
paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat
infeksi bakteri
3.
Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis
jaringan paru dan pembentukan rongga yang berisi puing-puing nekrotik atau
cairan disebabkan oleh infeksi mikroba. Pembentukan abses multipel kecil (<2
cm) kadang-kadang disebut sebagai nekrosis atau gangrene paru pneumonia. Kedua
abses paru dan pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari proses patologis yang
serupa
4.
Abses
Paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent
berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple
small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.
B.
Etiologi
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi
dari pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut.
Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di
sekitar gigi).
Sejumlah bakteri yang berasal dari celah
gusi sampai ke saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki
sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi
jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada:
- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alcohol.
- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alcohol.
Penderita penyakit sistem saraf. Jika
bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka
akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian berkembang
menjadi nekrosis (kematian jaringan), yang berakhir dengan pembentukan
abses.
Mekanisme pembentukan abses paru lainnya
adalah bakteremia atau endokarditis katup trikuspidalis, akibat emboli
septik pada paru-paru.
Pada
89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling sering adalah
Peptostreptococcus, Bacteroides, Fusobacterium dan Microaerophilic
streptococcus.
Organisme lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses
paru adalah:
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
- Klebsiella pneumoniae
- Haemophilus influenzae
- spesies Actinomyces dan Nocardia
- Basil gram negatif.
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
- Klebsiella pneumoniae
- Haemophilus influenzae
- spesies Actinomyces dan Nocardia
- Basil gram negatif.
Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses
paru, diantaranya:
- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides
- Mycobacteria.
C.
Patofisiologi
Garry tahun 1993 mengemukakan
terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada
penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan
merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus,
maka terbentuklah air fluid level bakteria
masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran
hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses
ditempat lain misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita
tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses
peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang
mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut
sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang
belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran
kelenjar limphe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa
kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh
darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi
dapat terbentuk abses.
e. Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:
Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai
kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan
bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan
saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai
dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi
jaringan granulasi.
Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering
terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan
pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan
berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.
PATWAY ABSES PARU
Reaksi sitemis :
bakterimia/viremia, Anoreksia, mual, demam, penurunan berat badan
|
Edema
tracheal/faringeal peningkatan produksi sekret
|
Ada sumber
infeksi di saluran pernafsan
|
Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi
bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan, dan tumor bronkus
|
Daya tahan
saluran pernafasan yang terganggu
|
Peningkatan laju
metabolism umum, Intake nutrisi tidak adekuat, Tubuh makin kurus,
Ketergantungan aktifitas sehari-hari, Kurangnya pemenuhan istirahat tidur,
Kecemasan, Pemenuhan informasi
|
Hipertermi,
Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan, Gangguan pemenuhan ADL,
Kecemasan, Ketidaktahuan/ pemenuhan informasi
|
Peradangan pada
bronkus meyebar ke parenkim paru
|
Aspirasi bakteri
berulang
|
Penurunan
jaringan efektif paru, kerusakan membran alveolar-kapiler
|
Pembentukan pus
dan drainase tida memadai
|
Pembentukan
jaringan granulasi di paru
|
Gangguan
pertukaran gas
|
Sesak nafas
,penggunaan otot bantu nafas, pola nafas tidak efektif
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
|
Batuk produktif
, Sesak nafas, penurunan kemampuan batuk efektif
|
D.
Manifestasi Klinis
- kelelahan
- hilang nafsu makan
- berat badan menurun
- berkeringat
- demam
- batuk berdahak.
Dahaknya bisa mengandung darah.
Dahak
seringkali berbau busuk karena bakteri dari mulut atau tenggorokan cenderung
menghasilkan bau busuk.
Ketika bernafas,
penderita juga bisa merasakan nyeri dada, terutama jika telah terjadi
peradangan pada pleura.
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan
gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
1. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi
hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau
busuk yang khas (Foetor ex oroe)
3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita
abses paru.
4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada
5. Batuk darah
6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan
dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi
seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya
jari tabuh serta takikardi.
E. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Gambaran Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan
dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa
multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan
lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam
kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan
maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah
rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90%
kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3.
Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.Pada hitung jenis sel
darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum
dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk
menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur
bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan
diagnosa klinis dan etiologis.
F. Penatalaksanaan
Untuk penyembuhan sempurna
diperlukan antibiotik, baik intravena (melalui pembuluh darah) maupun per-oral
(melalui mulut).
Pengobatan ini dilanjutkan sampai
gejalanya hilang dan rontgen dada menunjukkan bahwa abses telah sembuh. Untuk
mencapai perbaikan seperti ini, biasanya antibiotik diberikan selama 4-6
minggu. Pada rongga yang berukuran besar (diameter lebih dari 6 cm), biasanya
perlu dilakukan terapi jangka panjang.
Perbaikan
klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam waktu 3-4 hari
setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10 hari setelah pemberian
antibiotik demam tidak juga turun, berarti telah terjadi kegagalan terapi dan
sebaiknya dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk menentukan
penyebab dari kegagalan tersebut.
Hal
-hal yang perlu dipertimbangkan pada penderita yang memberikan respon yang
buruk terhadap pemberian antibiotik adalah penyumbatan bronkial oleh benda
asing atau tumor; atau infeksi oleh bakteri, mikobakteri maupun jamur yang
resisten.
Pada
abses paru tanpa komplikasi sangat jarang dilakukan pembedahan. Indikasi
pembedahan biasanya adalah kegagalan terhadap terapi medis, kecurigaan adanya
tumor atau kelainan bentuk paru-paru bawaan.
Prosedur
yang dilakukan adalah lobektomi atau pneumonektomi.
Angka
kematian karena abses paru mencapai 5%. Angka ini lebih tinggi jika penderita
memiliki gangguan sistem kekebalan, kanker paru-paru atau abses yang sangat
besar.
|
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan
mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi
berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada
abses paru :
1.
Medika
Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian
mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses
paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan
Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh
kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan
untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan
clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan
Cefoxitin.
Alternatif lain adalah
kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita
dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari
gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3
minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan
antibiotika minimal 2-3 minggu.
2.
Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5
kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi
Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak
berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui
bronkoskopi.
3.
Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan
bila:
a. Respon yang rendah
terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar
sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang
berulang
d. Adanya gangguan
drainase karena obstruksi.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN
KASUS ABSES PARU
3.1 Pengkajian
Anamnesa :
Klien mengeluh batuk, Demam, Sesak napas, Seputum supuren dan berbau, terlihat pasien
menggigil, napas cepat, suhu lebih dari 40̊ C, dan tidak nafsu makan dan
penurunan berat badan.
Riwayat penyakit :
a.
Saat ini
Pasien
biasanya mempunyai riwayat penyakit 1-3 minggu dengan gejala demam dan
menggigil serta adanya nyeri dada. Rendahnya nafsu makan klien dengan penurunan
berat badan dan lemah badan.
b.
Penyakit dahulu
Adanya
keluhan malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang
produktif. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, terauma,
dan serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi
asam lambung saat berada dalam keadaan tidak sadar atau adanya emboli bakteri
di paru akibat suntikan obat.
Pengkajian
Psiko-sosio-spiritual
Klien biasanya mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan
yang dialaminya seperti batuk, sesak napas, dan demam yang merupakan stresor
penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral
dan memfasilitasi pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan
informasi mengenai prognosis penyakit klien.
Pemeriksaan fisik:
a.
Keadaan umum dan TTV
Hasil
pemeriksaan TTV pada klien dengan abses paru biasanya didapatkan peningkatan suhu
lebih dari 40̊ C, frekuensi nafas meningkat dari normal, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan,
tekanan darah biasanya tidak bermasalah.
b.
IPPA
-
Inspeksi :
Pergerakan pernafasan menurun, tampak
sesak nafas dan kelelahan. Bentuk dada biasanya tidak mengalami perubahan.
Gerakan pernapasan asimetris di sisi paru yang mengalami lesi, gerakan
pernapasannya akan tertinggal sesuai dengan banyaknya pus yang terakumulasi di
paru. Ritme pernapasan cepat dan dangkal. Batuk dan sputum. Klien mengalami
batuk yang produktif dengan sputum banyak dan berbau busuk, purulen berwarna
kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah, atau
kadang-kadang batuk dengan darah dalam jumlah yang banyak.
-
Palpasi :
Taktil fremitus pada klien dengan abses
paru biasanya normal. Perbedaan penurunan fremitus ditemukan apabila terjadi
akumulasi pus. Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang terinfeksi
panas badan yang meningkat diatas normal, takikardi, naiknya tekanan vena
jugularis (JVP), sesak nafas.
-
Perkusi
Saat dilakukan perkusi, didapatkan bunyi redup pada sisi paru yang terkena.
Saat dilakukan perkusi, didapatkan bunyi redup pada sisi paru yang terkena.
-
Auskultasi
Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus. Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, suara nafas melemah dan jika bronkhus paten dan drainase baik ditambah adanya konsolidasi di sekitar abses akan terdengar suara nafas bronkhial dan ronkhi basah.
Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus. Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, suara nafas melemah dan jika bronkhus paten dan drainase baik ditambah adanya konsolidasi di sekitar abses akan terdengar suara nafas bronkhial dan ronkhi basah.
c.
Pemeriksaan B6
-
B1 (Breathing)
a. Ketidakefektifan
pola napas
b. Gangguan
pertukaran gas
c. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d penumpukan sekret
-
B2 (Blood)
Denyut nadi takikardi dan tekanan darah
biasanya normal. Tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
-
B3 (Brain)
Tingkat kesadaran pasien biasanya compos
mentis jika tidak disertai komplikasi penyakit yang serius.
-
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine
berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
adanya oliguria yang merupakan tanda awal dari syok.
-
B5 (Bowel)
Klien biasa sering mengalami mual dan
muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan
rongga mulut sering menunjukkan keadaan oral higiene yang buruk dengan karies
gigi, ginggivitis, periodontitis, dan keadaan lain yang meningkatkan jumlah
bakteri anaerob di rongga mulut.
-
B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara
umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan Radiologis
-
Pada fase permulaan, biasanya terlihat
gambaran pneumonia dan kemudian akan tampak daerah radiolusen dalam bayangan
infiltrat yang padat dengan batas permukaan udara cairan (air fluid level)
didalamnya yang menunjukkan adanya drainase yang tidak sempurna. Tetapi bila
tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
-
Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal
dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau
tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan
lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam
kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka
hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses
paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak
teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan
pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan
atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada
dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat
ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di
lobus bawah paru kanan bawah.
b. Pemeriksaan
laboratorium
-
Hasil pemeriksaan biasanya menunjukkan
adanya leukosit terutama polimorfonuklear dengan pergeseran kekiri.
Kadang-kadang jumlah leukosit dapat mencapai 20.000-30.000/mm3. Laju endap
darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
-
Sputum diperiksa dengan pengecatan
gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan
antibiotik secara tepat dengan cara makroskopis, bau dan warna
sputum, serta pemeriksaan mikroskopis untuk identifikasi organisme, pewarnaan
gramnuntuk pemeriksaan bakteri tahan asam, dan biakan untuk jamur serta biakan
mikroorganisme aerob dan anaerob.
-
Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan
antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan
etiologis serta tujuan therapi.
-
Besar kavitas biasanya sekitar 4-5 cm
dan paling sering terletak di segmen posterior lobus atas kanan. Letak abses
dapat timbul di tempat lain bergantung pada posisi klien saat aspirasi dan
dapat mengenai lebih dari satu segmen.
-
Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2
dalam darah arteri.
c. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik
juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan
bronkus.
Analisis data:
DS
:
a. klien
mengeluh sesak napas
b. batuk
c. demam
d. klien
mengeluh kurang nafsu makan dan penurunan berat badan
DO
:
a. terlihat
napas klien cepat
b. terlihat
klien tidak berhenti batuk (batuk produktif)
c. adanya
seputum supuren dan berbau
d. klien
menggigil dengan suhu lebih dari 40̊ C
e. adanya
penurunan berat badan dan badan klien terlihat lemas
f. danya
suara bronkhial dan suara ronkhi basah
Sign atau Symton
|
Etiologi
|
Problem
|
DX : Klien datang kerumah sakit dengan keadaan menggigil disertai
batuk dan sesak nafas
DS :
-
aklien mengeluh sesak napas
-
mengeluh batuk
-
demam
-
klien mengeluh kurang nafsu makan dan
penurunan berat badan
DO :
-
terlihat napas klien cepat
-
terlihat klien tidak berhenti batuk (batuk
produktif)
-
adanya seputum supuren dan berbau
-
klien menggigil dengan suhu lebih dari 40̊ C
-
adanya penurunan berat badan dan badan klien
terlihat lemas
-
adanya suara bronkhial dan suara ronkhi basah
|
1. Infeksi yang timbul dari
saluran nafas (aspirasi)
2. Sebagai penyulit dari
beberapa tipe pneumonia tertentu
3. Perluasan abses
subdiafragmatika
4. Berasal dari luka traumatik
paru
5. Infark paru yang terinfeksi
|
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan abses paru.
3. Hipertermi.
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhab tubuh berhubungan dengan peniungkatan
metabolisme tubug dan penurunan nafsu makan sekunder tehadap demam.
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder tehadap abses
paru.
6. Cemas
berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
7. Kurangnya
pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi.
|
3.2 Diagnosa
keperawatan
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan abses paru.
3. Hipertermi.
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhab tubuh berhubungan dengan peniungkatan metabolisme
tubug dan penurunan nafsu makan sekunder tehadap demam.
3.3 Perencanaan
dan Implementasi
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental,kelemahan,upaya batuk buruk,edema trakheal/faringeal
|
||
Tujuan
: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas
kembali efektif
Kriteria hasil :
-
Klien mamapu
melakukan batuk efektif
-
pernafasan klien normal 16-20x/menit tanpa
adanya otot bantu nafas, bunyi nafas normal, pergerakan nafas normal
|
||
Rencana tindakan
|
Rasional
|
Respon hasil
|
1. Kaji fungsi pernafasan
( bunyi nafas, kecepatan , irama,
kedalaman, dan penggunaan otot bantu pernafasan )
2. Kaji kemmpuan klien
mengeluarkan sekresi. Lalu catat karakter dan volume sputum dan adanya
hemoptisis
3.
memberikan posisi fowler/semi fowler tinggi dan bantu klien berlatih napas
dalam dan batuk efektif.
4.
Mempertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan
5.
Membersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan
(suction)
|
-
Penurunan bunyi nafas menujukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi
sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu nafas
dan peningkatan kerja pernafasan.
- Penge luaran sulit bila
sekret kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).sputum
Posisi
fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menunrunkan upaya bernafas.ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan meningkatakan gerakan sekret kejalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
Hidrasi
yang adekuat dapat membantu mengencerkan sektret dan mengefektifkan
pembersihan jalan nafas.
Mencegah
obstruksi dan aspirasi.penghisapan dilakukan bila klien tidak dapat
mengeluarkan sekret.eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakuakn dalam
janggka waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek samping suction.
|
1. Tidak terdengar bunyi
ronkhi
2. pasien dapat melakukan
batuk efektif.
3.melancarkan sirkulasi pernapasan.
4.
Kesehatan pasien berangsur pulih dan kebutuhan
cairan terpenuhi.
5.tidak
ada sumbatan jalan napas.
|
2. Kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan abses paru
|
||
Tujuan : dalam waktu 2 x
24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria
evaluasi :
Melaporkan
tak adanya atau penurunan dispnue
Klien
menunjukan tidak ada gejala distress pernafasan
Menunjukan
prbaikan ventilasi dan oksigen jarimgan adekuat dengan gas darah arteri dalam
rentang normal.
|
||
Rencana tindakan
|
Rasional
|
Respon hasil
|
1.
Kaji dispnue,takipnue, bunyi nafas ,peningkatan upaya pernfasan ,ekspansi
torak dan kelemahan
2.
Ajarkan dana dukung pernafasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien
dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
3. Pemberian oksigen
sesuai kebutuhan tambahan
4. Kortikosteroid
|
Abses paru mengakibatkan
efek luas pada paru ,inflamsi yang luas, nekrosis dan fibrosis yang luas
efeknya terhadap pernafasan berpariasi dari gejala ringan dispnue berat dan
distres pernafasan.
Membuat tahanan melawan
udara luar untuk mencegah kolap atau penyempiatan jalan nafas sehingga
membantu menyebarkan udara melalui paru da mengurangi nafas pendek
Terapi
oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi
atau menurunnya permukaan alveolar paru
Kortikosteroid
berguna pada keterlibatan luas dan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan
|
TTV normal.
sirkulasi pernapasan
lancar, nafas pendek tidak ada lagi
Hipoksemia
teratasi
Tidak
terjadi
komplikasi
pada organ lain
|
3. Hipertermi yang
berhubungan dengan reaksi sistemis : bakterimia/viremia, peningkatan laju
metabolisme umum
|
||
Batasan
karakteristik : foto rontgen thorak menunjukan adanya pleuritis, suhu di atas
370 C ,diaphoresis, intermiten, leukosit diatas 10.000/mm3,
dan kultur sputum positif
Kriteria evaluasi : suhu
tubuh normal (36-370C)
|
||
Rencana tindakan
|
Rasional
|
Respon hasil
|
1.
Kaji saat timbulnya demam
2.
Kaji tanda-tanda vital setipa 3 jam atau lebih sering
3.
Berikan kebutuhan cairan ekstra
4.
Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian
punggung klien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaphoresis, memberi
minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedative
ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembap pada kulit dan bibir
5. Berikan terapi cairan
IV RL 0,5 dan pemberian antipiretik
6. Berikan antibiotic
sesuai dengna anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali semua
obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi
obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.
|
Mengidentifikasi pola
demam
Acuam untuk mengetahui keadaan
umum klien
Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake
cairan yang banyak.
Tindakan tersebut
meningkatkan relaksasi. Pelembap membantu mencegah kekeringan dan pecah-pecah
di mulut dan bibir.
Pemberian
cairan sangat penting bgi klien dengan suhu tinggi. Pemberian cairan
merupakan wewenang dokter, sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal
ini.
Antibiotic
diperlukan untuk mengatasi infeksi. Efek terapeutik maksimum yang efektif
dapt dicapai, jika kadar obat yang ada dalam darah telah konsisten dan dapat
dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat-obatan yang diberikan meningkat
dengan adanya efek farmakterapi berganda. Efek samping akibat interaksi satu
obat dengan yang lainya dapat mengurangi keefektifan pengobatan dari salah
satu obat atau keduanya
|
-
Demam
teratasi
-
TTV normal
-
suhu tubuh normal
-
klien merasa nyaman
-
suhu tubuh normal
-
tidak terjadi infeksi
|
4. Perubahan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh
dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
|
||
Batasan
karakteristik : mengatakan anoreksia, makan kurang 40% darui seharusnya
penurunan BB dan mengeluh lemah
Batasan karakteristik :
mengatakan anoreksia, makan kurang 40% darui seharusnya penurunan BB dan
mengeluh lemah
|
||
Rencana tindakan
|
Rasional
|
Respon hasil
|
1.
Pantau : persentase jumlah makanan yg dikonsumsi
setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total
albumin, dan osmolitas
2.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan
kesegaran ruangan.
3.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan
kesegaran ruangan.
4.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yg dapat memenuhi
kebutuhan gizi selama sakit panas.
5.
Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada
sesak napas berat.
|
Menidentifikasi kemajuan
atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan
Bau yang tidak
meyenangakan dapat mempengaruhi nafsu makan
Peningkatan suhu tubuh
meningkatkan metabolisme, intake protein, vitamin, mieral, dan kalori yang
adekuat penting untuk aktivitas anabolic dan sistesis antibody
Ahli
diet ialah spesialisasi dalam ilmu gizi yang dapat membantu klien memilih
makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan
keadaan sakitnya, usia, tinggi, dan berat badan
Makanan
porsi sedikti tapi sering memerlukan lebih sedikit energy.
|
klien mampu menkonsumsi
makanan sesuai dengan indikasi,
klien merasa nyaman
intake nutrisi terpenuhi
penyerapan
nutrisi teratur
Klien
dapat menghabiskan porsi makanan yang di sajikan
|
3. 4 Evaluasi
NO
|
EVALUASI
|
DX1
DX2
DX3
DX4
|
S = klien mampu melakukan
batuk efek efektif dan napas dalam
O= pernapasan normal RR
16-20x/menit.
A= terpenuhi
P=intervensi dihentikan.
S = Klien mengatakan
sudah tidak sesak napas lagi.
O= tidak ada tarikan
dinding dada.
A= terpenuhi
P=intervensi dihentikan
S = Klien mengatakan
tubunya tidak terasa panas lagi
O = suhu tubuh klien
normal (36-370C)
A = teratasi
P = intervensi dihentikan
S= Klien mengatakan dapat
menghabiskan satu porsi makanan.
O= berat badan
meningkat/normal dan tidak ada tanda mal nutrisi
A=terpenuhi
P=intervensi dihentikan
|
BAB
IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Abses Paru adalah
suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent
berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple
small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.
Penyebap Abses Paru dibagi menjadi 2 yaitu
1.
Infeksi karena aspirasi dari saluran
napas. Mikroorganisme penyebab dapat berasal dari bermacam-macam basil dari
flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk aerob dan aerob seperti
Streptokokus, spiroketa, dll)
- Obstruksi
mekanik atau fungsional bronki (tumor, benda asing atau stenosis bronkial)Nekrotisasi
pneumonia,Tuberkulosis, embolisme paru atau trauma dada
Penatalaksanaan
Abses Paru dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat
juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui
konsep asuhan keperawatan Abses Paru dan konsep Abses Paru itu sendiri sangat
penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh
perawat maupun tim kesehatn lainya.
1.2 Saran
Kepada tim kesehatan, terutam perawat
diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah melakukan
tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan
keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang
menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan
dilakukan oleh perawat professional.
DAFTAR
PUSTAKA
Muttaqin, Arif.
2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernfasan. Jakarta :
Salemba Medika.
Dr. Ikawati,
Zullies,Apt. 2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan. Yogyakarta :
Pustaka Adipura.
Somantri, Irman.2008.Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
Langganan:
Postingan (Atom)