welcome...

hii friends,,welcome to my blog,,I like to share everything to the world,,hope we can be a friend,,
happy reading,,

Jumat, 12 Oktober 2012

MAKALAH EMPIEMA


BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar belakang
Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus, yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial, pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada kelompok plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan penyebabnya, pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal atau bersamaan dengan TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonela adalah bakteri yang paling sering ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala. Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita bronkitis kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan yang ada pada keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan empiema.

1.2Tujuan umum
Memenuhi tugas  Student Center Learning Interactive Skill Station (SCL ISS) dari dosen pembimbing dan untuk mengetahui secara garis besar mengenai sistem pernapasan dan gangguan, serta asuhan keperawatannya.

1.3Tujuan Khusus

1.      Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar penyakit empiema.
2.      Meningkatkan pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita empiema.
3.      Memberikan gambaran asuhan keperawatan secara teoritis kepada klien yang menderita empiema.

1.4Ruang Lingkup Penyusunan

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriftif yaitu dengan menggambarkan konsep dasar dari penyakit empiema dan asuhan keperawatannya dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari kelompok.

1.5 Sistematika Penyusunan
Penyusunan makalah ini terdiri dari IV (empat) bab yang disusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:
                     BAB I         :  Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
                     BAB II        :  Landasan teoritis, yang terdiri dari anatomi dan fisiologi sistem pernapasan, konsep dasar empiema, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan.
                     BAB III       :  Asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan evaluasi.
                     BAB IV      :  Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

          2.1 Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
1.  Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bawah, dan paru.

a.       Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan terdiri dari:
1)      Hidung. Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2)      Faring. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tenggorok sampai esophagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).
3)      Laring (Tenggorokan). Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4)      Epiglotis. Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat proses menelan.

b.      Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan menghasilkan surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1)      Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang ± 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2)      Bronkus. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas ke bawah.
3)      Bronkiolus. Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
4)      Alveolus. Alveolus itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epithelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.

c.       Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

2.      Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a.       Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
 Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b.      Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran  dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c.       Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

            Bagaimana persarafan pada sistem pernapasan?
Pada didning bronkus dan bronkiolus terdapat sistem saraf otonom. Yang pertama adalah sistem saraf parasimpatik, yaitu dengan reseptor muskarinik yang memperantarai respon bronkikontriksi, vasodilatasi pulmonal, dan sekresi kelenjar mukus. Yang kedua, sistem saraf simpatik, yaitu reseptor adrenegik alfa dan beta yang terdapt pada eptelium bronkus, otot dan sel mast. Pada manusia reseptor β2 yang paling banyak dijumpai diparu-paru. Injeksi atau inhalasi satu agonis β dapat menyebapkan bronkodilatasi, vasokontriksi pulmonar, dan berkurangnya sekresi kelenjar mukus.
Yang terakhir, ada inervasi sistem saraf nonadrenergik non kolinergik (NANC) pada bronkiolus yang melibatkan berbagai mediator seperti ATP, oksida nitrat, substance P, dan VIP (vasoactive Intestinal peptide). Sistem NANC terlibat dalam respon penghambatan brokodilatasi, dan diduga berfungsi sebagai penyeimbang terhadap fungsi pemicuan oleh sistem kolinergik.

            2.2 Konsep Empiema
A.    Pengertian

1.      EMPIEMA adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) di dalam rongga pleura bisa setempat maupun seluruh rongga pleura(Ngastiyah,1997)
2.      EMPIEMA adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura(Diane C. Baughman,2000)
3.      Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo, 1997)
4.      EMPIEMA adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura yg dapat timbul sbg akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya
5.      JADI KESIMPULANNYA EMPIEMA ADALAH suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah(pus) sbg akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.

B.     Etiologi
Terjadinya empiema dapat melalui 3 jalur,yaitu :
Infeksi dalam paru

Infeksi dari luar paru
Bakteri
Pneumonia
Trauma thorax
Staphilococcus Pyogenes
Abses paru
Pembedahan otak
Streptococcus Pyogenes
Bronkiektasis
Amoebik liver abses
Bakteri gram negatif
TB paru
Torasentesis pd pleura
Bakteri anaerob
Fistula bronko-pleura
Trauma tumor

Dan penyakit paru lain
Sufrenik abses



C.    Patofisiologi

Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul fistel bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit maka disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan akan menjadi kronis.



Patway Empiema
Insvansi kuman pleura
Peradangan pleura akut yang diikuti Dengan pembentukaneksudat serosa
Penumpukkan sel-sel PNM yang mati bercampur dengan cairan pleura
Proses supurasi mningkat tidak mampu di absorbsipleura
Akumulasi pus di pakum pleura
Pengembangan paru tidak optimal
  Paru                                             G.I Tract                                            ekstremitas                                psikososial
Adanya sesak nafas tindakan invansi
 
PaO2 menurun,                                            eFek hiperventilasi         penurunan suplay ke jaringan
Mengikat,sesak nafas’
Metabolism anaerob
 
Produksi H. meningkat akumulasi gas meningkat
 
Produksi secret,meningkat,
Koping individu tidak efektif,keti dtahuan
 
Penurunan imunitas.
Adanya nafas tidak efektif,kebersihn jalan nafas tidak efektif
 
 




D.    Manifestasi Klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1.      Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti Ecoliatau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.

2.      Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.

Tanda-tanda empiema :
1.      Demam dan keluar keringat malam.
2.      Nyeri pleura.
3.      Dispnea.
4.      Anoreksia dan penurunan berat badan.
5.      Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
6.      Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
7.      Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.

a.      Emphiema akut:
1.   Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
2.   Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
3.   Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger .
4.   Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
5.   Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.

b.      Emphiema kronis:
1. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
2.Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
3.Pucat, clubbing finger.
4.Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
5.Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
6.Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.



E.     Komplikasi
 Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama.

F.     Pemeriksaan Diagnostik

1.      Pemeriksaan Radiologi
-          Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
-          Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
-          Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
-          Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
-          Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2.      Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga  dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.


3.      Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
-          Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.
-          Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4.      Pemeriksaan CT scan :
-          Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
-          Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
5.      Sinar x.
Mengidentifikasi distribusi stuktural,menyatakan absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).
6.      GDA /nadi oksimetri.
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
7.      Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8.      Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9.      EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.





G.    Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan Empiema adalah sebagai berikut :
a.       Pengosongan nanah
Dilakukan pada abses untuk mencegah efek toksiknya.
1.      Closed drainase-tube toracostorry water sealed drainase dengan indikasi  :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c. Terjadinya Piopneumothorak

WSD dapat juga dibantu dengan penghisapan negatif sebesar 10-20 cmH2O.Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.

2.      Drainase terbuka (open drainage)
Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh karena disertai juga dengan reseksi tulang iga.Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis,hal ini bisa terjadiakibat pengobatan yang lambat atau tidak adekuat,misalnya aspirasi yang terlambat/ tidak adekuat, drainase tidak adekuat atau harus sering mengganti/ membersihkan drain.

b.      Antibiotik
Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah.Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil kultur dan sensivitasnya.Antibiotika dapat diberikan secara sistematik atau topikal.Biasanya diberikan Penicillin.

c.       Penutupan rongga Empiema
Pada empiema menahun seringkali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura.Pada keadaan demikian dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
1.      Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dilakukan dengan indikasi :
·        Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong-kantong.
·        Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
·        Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura viseralis.
2.      Torakplasti
Alternatif torakplasti diambil jika empiema tidak kunjung sembuh karena adanya fistel bronkopleural atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.Pada pembedahan ini segmen tulang iga dipotong subperiosteal.Dengan demikian dinding thorak jatuh kedalam rongga pleura karena tekanan atmosfir.

d.      Pengobatan kausal
Misalnya pada subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoebiasis dan sebagainya.

e.       Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema, yaitu :
1.      Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
2.      Fase II (Fase Fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka (reseksi iga/ "open window") . Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II  ini VATS surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan/ atau dekortikasi.
3.      Fase III (Fase Organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan (Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema, dapat juga rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle plombage atau omental plombage).

           








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KASUS EMPIEMA

3.1  Pengkajian

1.      Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama/kepercayaan, suku bangsa, bahas yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien atau asuransi kesehatan.
2.      Keluhan Utama
Meliputi ada tidaknya sesak nafas, rasa berat di dada saat bernafas dan keluhan susah bernafas.
3.      Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien sering merasa sesak nafas mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi dada yang sakit, rasa berat, tertekan, dan rasa lebih nyeri saat bernafas. Perawqat harus mengkaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menebus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan pernah tidaknya terjadi tekanan mendadak di dada sehingga  menyebabkan tekanan di dalamn paru meningkat. Selain  itu kecelakaan lalu lintas biasanya  menyebabkan trauma tumpul pada dada atau bisa juga karena tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah  klien pernah merokok atau terpapar polusi udara yang berat.
5.      Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada riwayat alergi pada keluarga.



PEMERIKSAAN FISIK
a.   Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.
b.   Pemeriksaan TTV
RR : >24 x/mnt, Nadi : >100 x/mnt, TD : >120/70 mmHg, Suhu : >36,5 oC.
c.   IPPA :
-          Inspeksi
Pada klien dengan empiema, jika akumulasi pus lebih dari 300ml, perlu diusahakan peningkatan upaya dan frekuensi pernafasan, serta penggunaaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris( pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisis yang  sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
-          Palpasi
Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat kembali normal atau melebar.
-          Perkusi
Terdengar suara ketok pada sisi  sakit, redup sampai pekak sesuai banayknya akumulasi pus di   rongga pleura.  Batas jantung terdorong ke arah torak yang sehat. Hal ini terjadi apabila tekanan intrapleura tinggi.
-          Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi  yang sakit.
d.   Pemeriksaan B6:
1.      B1 (breathing)
Nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang , episode batuk hilang timbul dan dispnea.
2.      B2( blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskuler, termasuk di dalamnya keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
3.      B3(brain)
Saat melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, juga diperlukan pemeriksaan GCS. Apakah compos metis, somnolen atau koma.
4.      B4(bladder)
Pengukuran volume output urinr berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria itu adalah salah satu tanda awal dari syok.
5.      B5( bowel)
Akibat sesak nafas klien biasanya mengalami mual dan muntah penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan (Anoreksia).
6.      B6( bone)
Pada trauma tusuk di dad sering didapatkan kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien dengan trauma ini sering dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari akibat adanya sesak nafas, kelemahan, keletihan  fisik secara umum.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
10.  Pemeriksaan Radiologi
-          Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
-          Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
-          Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
-          Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
-          Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
11.  Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga  dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
12.  Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
-          Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.
-          Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
13.  Pemeriksaan CT scan :
-          Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
-          Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
14.  Sinar x.Mengidentifikasi distribusi stuktural,menyatakan absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).
15.  GDA /nadi oksimetri.Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
16.  Tes fungsi paru.Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
17.  Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
18.  EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.



Analisis Data

DS : mengeluh sesak napas dan susah bernapas
DO :
-          Terlihat klien menggunakan otot bantu pernapasan
-          Adanya cuping hidung
-          Demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB, lemah.
-          Takipnea, dispnea, batuk, pengembangan pernafasan tak simetri, perkusi pekak, penurunan fremits, bunyi nafas menurun/ tak ada secara bilateral atau uni lateral
-          RR : >24 x/mnt
-          Nadi : >100 x/mnt
-          TD : >120/70 mmHg
-          Suhu : >36,5 oC

Tabel Analisis Data :

Sign/Sympon
Etiologi
Problem

DS : Klien mengeluh sesak napas dan susah bernapas
DO :
-          Terlihat klien menggunakan otot bantu pernapasan
-          Adanya cuping hidung
-          Demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB, lemah.
-          Takipnea, dispnea, batuk, pengembangan pernafasan tak simetri, perkusi pekak, penurunan fremits, bunyi nafas menurun/ tak ada secara bilateral atau uni lateral
-          RR : >24 x/mnt
-          Nadi : >100 x/mnt
-          TD : >120/70 mmHg
-          Suhu : >36,5 oC


a.   Pneumonia
b.   Abses paru-paru
c.   Bronkiektasis
d.   Infeksi intraabdominal atau langsung dari pengotoran leura
e.   Tuberkulosis
f.    Jamur aktinomikosis
g.   Emboli metastasis dari fokus jauh
h.   Karsinoma bronkogenik
i.    Osteomielitis
j.    Trauma tembus
k.   PPOM
l.    Perokok berat
m.  Imobilisasi fisik lama
n.   Pemberian makanan melalui selang secara terus menerus.
o.   Obat-obat imunosupresif (kemoterapi, kortikosteroid).
p.   Penyakit yg melemahkan (AIDS, kanker)
q.   Menghirup atau aspirasi zat iritan
r.   Terpapar polusi udara terus menerus
s.   Terpasang selang intrakostal.
t.    Penurunan tingkat kesadaran (stupor, letargi, pra-koma, koma).


1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi sputum , obesitas.
2.      Ketidakefektifan pola nafas b/d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
3.      Nyeri pleuretik b/d empiema.
4.      Intoleransi aktivitas b/d perubahan respon pernafasan terhadap aktivitas.







3.2  Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien dapat mencakup yang berikut ini:
1.  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi sputum , obesitas.
2.  Ketidakefektifan pola nafas b/d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
3.  Nyeri pleuretik b/d empiema.
4.  Intoleransi aktivitas b/d perubahan respon pernafasan terhadap aktivitas.

3.3  Perencanaan dan Implementasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, obesitas.
Tujuan : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien dapat
-  Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas.
-  Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, sianosis.
-  Mendemonstrasikan batuk efektif.
Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1.     Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada

2.     Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, misalnya krekels mengi

3. Berikan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari, tawarkan air hangat.
4. Ajarakan metode batuk efektif dan terkontrol
5. Kolaborasi
Pemeriksaan sputum pasien di laboratorium


1.     Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan. Gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2.      Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat terjadi juga pada area konsolidasi. Krekels, rongkhi, dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi

3.     Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran

.
4.     Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
5. Batuk tidak terkontrol akan melelahkan klien.
Sputum yang di periksa guna untuk mengetahui adanya penyakit lain

1.     Tidak terjadi pernapasan cepat dan dangkal dan tidak ada tarikan dinding dada
2.     Tidak terdapat suara nafas tambahan,(suara nafas normal)
3. Intake cairan terpenuhi dan jalan napas kembali bersih
4. Klien dapat melakukan batuk efektif
5. Tidak terdapat adanya penyakit komplikasi lainya

2. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
- Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
- Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu,
- Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
- Ekspansi dada simetris.
- Tidak adanya penggunaan otot bantu.
- Bunyi napas tambahan tidak ada.
- Napas pendek tidak ada.

Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara.

2. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan

3.Anjurkan klien untuk tidak memikirkan hal-hal yang menyebabkan ansietas.

4. Pertimbangkan penggunaan kantung kertas saat ekspirasi latih individu bernapas perlahan dan efektif




5. Kolaborasi
Pemberian oksigen dari dokter
Jaga posisi pasien agar tetap semifowler

1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit

2. Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus / tertahannya secret.

3.Salah saut faktor penyebab hiperventilasi adalah ansietas.


4. Meningkatkan kemampuan kontrol individu terhadap proses ekspirasi







5. Agar pernapasan dapat berjalan dengan baik
Posisi semifowler dapat mempermudah pasien dalam bernafas efektif

1.     Tidak adanya penggunaan otot bantu nafas, dan tidak adanya disstres pernapasan
2.     Bunyi napas tambahan tidak ada
3.     Ansietas dapat diatasi

4.     Klien dapat melakukan ekspirasi secara optimum


5.     Klien merasa nyaman dengan posisi semi fowler dan sirkulasi pernafasan
normal


3. Nyeri pleuritik b.d empiema
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan selam 3x24 jam , diharapkan pasien dapat:
Ø  Mampu melakukan hubungan interpersonal.
Ø  kepuasaan hidup / kemampuan untuk mengendalikan diri.
Ø  Konsentrasi membaik
Ø  Tidak terjadi gangguan  tidur.
Ø  Nafsu makan membaik

Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1.     Kaji Karakteristik nyeri, misal tajam, constan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/ lokasi/ intensitas nyeri.

2.    Pantau :
-          Suhu setiap 4 jam
-          Hasil pemeriksaan SDP
-          Hasil kultur sputum
3.    Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman

Kolaborasi :
1.     Berikan analgetik sesuai dengan anjuran untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan evaluasi keefektifannya
2. Konsul pada dokter jika nyeri dan demam tetap ada atau mungkin memburuk.
3. Berikan antibiotik sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya.

1.     Nyeri dada, biasanya dada dalam beberapa derajat pada pneumonia seperti pericarditis dan endokarditis.
2. Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yg diharapkan.

3. Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi.

1. Analgesik membantu mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsang nyeri. Nyeri pleuritik yg berat sering kali memerlukan analgetik narkotik untuk mengontrol nyeri lebih efektif.
2. Hal tersebut merupakan tanda berkembagnya komplikasi.
3. Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi, efek maksimum dapat dicapai jika kadar obat dalam darah konsisten dan dapat dipertahankan. Interaksi satu obat dgn yg lain dpt mengurangi keefektifan pengobatan

1.     Tidak adanya lagi nyeri dada
2.     Suhu tubuh kembali normal (36-370C)
3.     Klien merasa nyaman
4.     Klien tidak lagi mengeluh nyeri
5.     Komplikasi tidak terjadi
6.     Tidak adanya infeksi pada organ tubuh lain



4. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
- Memeragakan metode batuk, bernapas, dan penghematan energi yang efektif.
- Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat di capai atau di pertahankan secara realistis.

Rencana tindakan
Rasional
Respon hasil
1.     Jelaskan aktifitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
2. Ajarkan program hemat energi
3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap
4. Ajarkan teknik nafas efektif

5. Pertahankan terapi oksigen tambahan
6. Kaji respon abnormal setelah aktifitas

7. Beri waktu istirahat yang cukup

1.     Merokok, suhu ekstrim dan stres dan menyebabkan fasikonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung

2. Mencegah penggunanan energi yang berlebihan
3. Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan otot batu pernapasan
4. Meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi

5. Mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah
6. Respon abnormal meliputi nadi, tekanan darah gan pernapasan yang meningkat
7. Meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan

1.     Klien mengerti  mengenai efek samping merokok dan stress terhadap pembuluh darah
2.     Klien dapat mengontrol penggunaan energinya sendiri
3.     Klien dapat melakukan aktifitas dengan normal
4.     Klien dapat melakukan teknik nafas efektiv
5. Kebutuhan oksigen terpenuhi
6. TTV normal
7. Klien dapat kembali beraktivitas dengan baik



3.4  Evaluasi

NO
Evaluasi
1.      





2.        







3.        






4.        
S : klien mengatakan batuknya tidak terjadi lagi
O : tidak ada batuk
A : teratasi
P : intervensi di hentikan

S : klien mengatakan dapat bernapas dengan normal kembali
O : sesak napas tidak terjadi lagi dan RR normal
A : teratasi
P : intervensi di hentikan



S : klien mengatakan dapat tidur dengan nyaman dan tidak ada nyeri
O : klien tidur 6-8 jam per hari dan terlihat relaks
A : teratasi
P : intervensi dihentikan

S : klien mengatakan  dapat melakukan aktifitas dengan baik
O : klien terlihat dapat melakukan aktifitas tanpa bantuan perawat
A : teratasi
P : intervensi dihentikan


















BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Empiema adalah suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana Empiema adalah suatu gangguan pada paru-paru karena terkumpulnya pus/nanah pada rongga pleura, yang dapat megisi satu lokasi pleura maupun seluruh rongga pleura.
Penyebap empiema dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya  yaitu yang berasal dari paru-paru itu sendiri seperti Pneumonia dan abses paru, kemudian yang kedua berasal dari adanya infeksi dari luar, misalnya trauma dari tumor, dan pembedahan otak, yang terakhir berasal dari bakteri, misalnya Streptococcus pyogenes, bakteri gram negative, dan bakteri anaerob.
Penatalaksanaan Empiem dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan Empiema dan konsep Empiema itu sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya.

4.2  Saran

Kepada tim kesehatan, terutam perawat diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan dilakukan oleh perawat professional.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.
Dr. Ikawati, Zullies,Apt. 2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan. Yogyakarta : Pustaka Adipura.
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar